Selamat Datang di Blog Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Modern Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPS), Kerja Smart dan Ikhlas Lillahita'aala.

Pelantikan Pengurus IKPS Periode 2018-2021 M

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sairul Nafsahu, MA.* 

Senyuman yang engkau berikan kepada saudaramu adalah sedekah, demikian sabda baginda Rasullah Saw. Ucapan Rasulullah Saw. menginsyaratkan bahwa sekecil apapun pebuatan yang dilakukan oleh seorang hamba, akan selalu bernilai sedekah tak terkecuali senyum. Senyum adalah sebuah perilaku yang diajarkan oleh baginda Rasulullah. Senyum adalah ibadah yang di baliknya terdapat kebaikan yang bisa kita miliki. Begitu banyak kebaikan yang dapat kita peroleh jika dalam setiap detik kita selalu memberikan senyuman kepada setiap orang kita jumpai.

Kehidupan yang serba kompleks ini tak jarang membuat manusia bersedih. Kesedihan memang fitrah manusia, sebagaimana firman Allah “Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.” (QS. An-Najm: 43). Tetapi, jika kesedihan yang menimpa seseorang membuatnya enggan untuk memberikan senyuman, maka kesedihan seperti ini akan membuat seseorang semakin lemah dan tidak bisa melakukan aktifitasnya dan itu bukan merupakan sifat seorang muslim. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah Saw. bersabda, bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah. Rasulullah seselalu memperingatkan kepada umatnya agar selalu kuat menghadapi musibah dan tetap tersenyum meskipun dihadapkan dengan berrbagai macam masalah dalam hidupnya.

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling banyak tersenyum. Abdullah bin al-Harits ra. pernah berkata “Saya belum pernah melihat orang yang lebih banyak senyumnya dari pada Rasulullah Saw,”(HR. Tirmidzi). Meskipun Rasulullah bertatus anak yatim piatu, tetapi beliau tetap menanmpakkan kebahagiaannya. Kesedihan hanya akan mengahancurkan kebahagiaan. Memberikan senyuman kepada orang lain adalah pemberian yang tak bisa dinilai dengan harta sekalipun. Karena memberikan senyuman dapat membahagiakan orang yang mendapatkan senyuman itu. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw pernah bersabda, “Sesungguhnya kalian tidak bisa membahagiakan manusia dengan harta kalian. Akan tetapi kalian bisa menarik hati mereka dengan wajah berseri dan akhlak yang mulia,”(HR. Al Hakim).

Tersenyum tidak perlu mengeluarkan biaya. Tersenyum hanya butuh kemauan dari kita. Jika kita mau bersedekah, maka tersenyumlah. Karena Senyum dapat mencerahkan wajah kita. Membangkitkan aura kejeniusan yang  tiada tara di wajah kita, dan membangkitkan kebahagiaan yang tak tergambarkan dalam diri kita serta mendatangkan seyum tuhan sehingga setiap senyuman yang kita berikan kepada orang lain penuh dengan pancaran cahaya dari tuhan. Seorang sastrawanKhalil Jibran pernah berkata, “Senyum ibarat pisau yang tajam. Ia dapat membelah hidup yang kaku.”

Tidak ada lagi alasan untuk tidak tersenyum. Senyum adalah hal yang indah dan menunjukkan sikap kasih sayang. Alangkah indahnya dunia ini jika orang di sekitar kita membalas senyuman kita. Istri tersenyum untuk membalas senyuman suaminya. Tetangga memberi hormat untuk membalas senyuman tetangganya yang lain. Seorang supir mengangkat tangannya untuk membalas senyuman penumpangnya. Para guru menjawab senyuman muridnya. Sehingga lambat laun senyuman menjadi budaya kita dan menjadi motivasi hidup agar selalu bahagia.

*Alumni Pondok Pesantren Modern Al-Syaikh Abdul Wahid (STAR 2005), saat ini berprofesi sebagai Guru di Pesantren tempat dulu ia menimba ilmu. 

La Ode Chsunul Huluk, M.Sos*

Jika kita memandang lembaga pendidikan dari sudut pandang efektivitas dan efesiensi pasar, maka kita cukup sulit menolak wujud dari relasi bisnis hadir di sebuah instansi pendidikan. Apa wujud dari relasi bisnis itu? Ekonomi media melihat komodifikasi yang diinterpretasi sebagai pemanfaatan barang dan jasa terhadap kegunaannya. Sederhana kita menyebutnya, ada nilai guna dan nilai tukar. Artinya, pusat jajanan di sebuah lembaga pendidikan dapat dipahami sebagai hasil dari proses negosiasi komodifikasi yang terjadi di ruang kepala lembaga.

Kantin, warung photocopy, jasa parkir kendaraan, dan sebagainya adalah anak dari ketajaman pikiran ekonomi politik dalam memahami pangsa pasar dimana sesuatu akan berguna ketika mempunyai nilai tukar. Konsep dari ini selain komodifikasi, ada spasialisasi (Vincent Mosco). Jika kita melihat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai lembaga pendidikan, secara horizontal, kampus segera melihat keuntungan bahwa menciptakan koperasi di kampus selain memudahkan civitas akademika juga karena ada keuntungan pasar di sana. Sehingga, jelas bahwa pusat jajanan lain selain koperasi yang secara horizontal milik kampus, adalah bentuk tawaran kerjasama antara kampus dengan kelompok tertentu.

Masuknya jasa parkir kendaraan, kelompok pedagang, atau aktivitas bisnis ke dalam kampus secara legal tentu sangat menguntungkan. Kafe Cangkir dibangun untuk memberikan ruang pasar. Oleh nalar mahasiswa, ruang bisnis seperti ini dengan cepat dipahami bahwa orientasinya adalah profit. Selain kebutuhan ekonomi, kampus UIN Jakarta secara akademis meniscayakan mahasiswanya untuk berekspresi dan mengeksplorasi potensi mereka. Melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sangat menegaskan bahawa UIN Jakarta tidak hanya mengakomodir kepentingan bisnis saja. Di sini, kampus juga menyediakan wadah bagi mahasiswa berorganisasi secara prospektif.

UKM merupakan organisasi internal kampus yang mana segala konsekuensi dari aktivitas mereka ditanggung oleh kampus itu sendiri. Berbeda dengan organisasi eksternal kampus. Organisasi primordial ataupun organisasi pergerakan di luar kampus tentu terus membayang-bayangi mahasiswa. Mengapa? Organisasi primordial atau kedaerahan sangat dibutuhkan oleh mahasiswa khususnya dari luar daerah. Sejalan dengan oraganisasi pergerakan atau kita sebut HMI, PMII, dan IMM, juga dianggap sebagai komoditas penting bagi sejumlah mahasiswa untuk memenuhi hasrat mengembangkan dirinya.

Kedua oraganisasi yang bersifat eksternal tersebut memang relatif jauh dari ranah untung rugi bisnis. Meski demikian, tidak sedikit mahasiswa mengamini kehadiran organisasi eksternal dalam hal ini organisasi primordial (KMSU, Ikami Sulsel, Hippmib Buton, dll) maupun organisasi pergerakan (HMI, PMII, IMM, dll) untuk hadir di tengah-tengah mereka. Jika terjadi kecurigaan atau semacam penolakan oleh peraturan rektor/kampus terhadap organisasi eksternal untuk beraktivitas secara politik, tentu sikap itu bisa dinilai wajar.

Dalam situasi seperti ini, lagi-lagi kita perlu melihat sejarah dan fungsi organisasi eksternal di dalam kampus. Kader organisasi HMI, PMII, IMM, dll dapat berkembang secara masif bahkan aktivitasnya menembus ruang terkecil dan terbesar dalam kampus disebabkan etika komunikasi yang dibangun dengan sangat baik. Memahami konsep komunikasi organisasi secara komprehensif akan membantu kader organisasi dalam menjaga keseimbangan gerak sehingga isu-isu yang dapat diselesaikan secara bermartabat tidak perlu diolah berlebihan. Kita saksikan beberapa kali dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) organisasi eksternal kampus selalu dijamu dengan baik hingga disediakan gedung terbaik oleh sebuah lembaga.

Ijab kabul peminjaman gedung untuk kegiatan organisasi eksternal hingga saat ini terlihat aman-aman saja selama maharnya cocok. Namun perlu juga disadari bahwa yang ditawarkan HMI, PMII, IMM, dll di kampus, bukan semata untuk kebutuhan perut saja akan tetapi orientasinya untuk menjaga keseimbangan berpikir atau sebut saja untuk kebutuhan rasio (pikiran). Sehingga, jika ada kecurigaan-kecurigaan yang tidak berasas terhadap organisasi, tentu akan ditentang habis-habisan oleh kader organisasi tersebut.

Materi kuliah banyak mengajarkan bahwa jualan roti dan jualan buku orientasinya berbeda. Namun akan menjadi sama jika buku yang dijual tidak lagi mementingkan kualitasnya. Secara ideal, HMI, PMII, IMM, dll tentu melihat tujuan utama jualan buku adalah untuk kekenyangan otak, bukan perut. Jika kampus tidak butuh organisasi eksternal sehingga dilarang beraktivitas secara politik di kampus, bagaimana mungkin menolak hasrat mahasiswa yang membutuhkan organisasi eksternal. Jika kampus memprioritaskan keinginan mahasiswa layaknya mahasiswa difasilitasi dengan baik oleh kampus, maka aturan rektor yang sudah final tentu harus ditaati.

*Alumni Pondok Pesantren Modern Al-Syaikh Abdul Wahid(Alumni El-Fata, 2008). Saat ini berprofesi sebagai Staff Ahli di DPD RI. 




Sabir Laluhu, S.Sos.I*

Perjalanan lebih 6 bulan masa 'pendidikan' beasiswa bahasa Inggris kelas conversation (percakapan) keempat #Batch4 untuk jurnalis pada Euro Management Indonesia, sejak 3 November 2017 hingga 15 Mei 2018, masih saja terngiang. Padahal masa pendidikan tersebut kini sudah berlalu lebih satu bulan.
Saya menyebutnya masa pendidikan dari pada kursus bukan tanpa alasan. Ada alasan utama penggunaan kata ‘pendidikan’ yang mendasari itu. Karena, menurut saya, para jurnalis yang masuk dalam golongan #Batch4 melihat, mendengar, merasakan, dan mempraktikkan langsung keinginan, kemampuan, keberanian, dan kebersamaan saat berbahasa Inggris.
Sepanjang lebih 6 bulan masa pendidikan tersebut, saya mencatat ada sekitar 15 kali pertemuan dengan dua kali midle-test dan satu kali final-test. Pengajar yang mengampu beasiswa jurnalis kelas percakapan #Batch4 adalah Febrina ZLM. Miss Febrina, kami memanggilnya. Boleh dibilang Febrina berhasil mencipatakan suasana dan membawa para jurnalis berpacu dan terpacu menunjukkan keinginan, kemampuan, keberanian, dan kebersamaan berbahasa Inggris.
Dalam setiap perjumpaan, Febrina selalu menentukan dan membuat satu tema untuk dibahas dan diperdebatkan para jurnalis. Tema tersebut harus dilihat dari sisi pro dan kontra. Dari catatan dan seingat saya, sedikitnya ada 4 kelompok dan paling banyak 9 kelompok yang terbagi dua kutub, pro dan kontra.
Namanya juga kelas percakapan bahasa Inggris, maka sudah pasti dalam segala aktivitas dan materi di dalam kelas selalu menggunakan bahasa Inggris. Kadang kala bahkan juga acap kali, saat para jurnalis secara spontan melontarkan kosakata (kata atau frasa atau diksi) berbahasa Indonesia, Febrina memperbaiki dan menyampaikan kosakatanya dalam bahasa Inggris. Sering juga perbaikan dari sisi tata bahasa (grammar) terjadi.
Sebenarnya bukan hanya Febrina yang memberikan perbaikan atau menyampaikan masukan misalnya tentang kosakata berbahasa Inggris, para jurnalis kadang juga saling mengingatkan dan mengisi. Tujuannya tentu saja untuk kebaikan si jurnalis yang menyampaikan presentasi mewakili kelompok atau yang menyampaikan pendapat maupun yang menyampaikan sanggahan.
Materi yang dibahas dalam setiap pertemuan, menurut saya, cukup berat dan cenderung baru bagi sebagian jurnalis. Mungkin juga bagi saya. Misalnya perbandingan pendidikan di Indonesia dengan di Finandia, pembatasan kebebasan berbicara atau menyampaikan pendapat oleh pemerintah, hingga tentang apakah PBB lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dari pada perlindungan lingkungan.
Kenapa saya sebut cukup berat dan cenderung baru? Karena sebagian jurnalis bukan berasal dari wilayah pos liputan atau dari bidang keilmuan terkait materi yang dibahas.
Tapi apa boleh buat, semua jurnalis yang ada dalam kelas percakapan #Batch4 harus siap dan bersedia. Setiap kelompok mempresentasikan materinya dengan logis, berdasarkan data dan perbandingan, kemudian mempertahankan argumentasinya. Dalam satu kelompok atau antara satu kelompok dengan kelompok lain pun, tidak ada yang merasa paling dominan. Setiap anggota kelompok atau masing-masing kelompok diberikan porsi waktu yang sama.
Materi yang dibahas, diperbincangkan, dan diperdebatkan mungkin boleh berat. Tapi suasana kelas nyatanya tidak kaku. Semua berjalan cair dan mengalir. Bahkan sering kali dan terus menerus disertai canda, ledekan, dan tawa. Ya, kami selalu tertawa dalam kelas ini. Demikian juga sang pengajar.
Di sisi lain ada materi yang juga dekat dengan profesi jurnalis. Di antaranya tentang pemberian reward para pekerja dengan job perks (bonus pekerjaan dalam bentuk barang atau bukan uang). Berikutnya bahasan tentang pemilik media dan politikus peserta pemilu sebagai pemilik grup media massa.

Kreasi dan Imajinasi
Sepanjang lebih 6 bulan perjalanan beasiswa bahasa Inggris kelas conversation (percakapan) #Batch4 untuk jurnalis hakikatnya menuntut supaya para jurnalis berekreasi dan berimajinasi.
Maksud dari berkreasi itu yakni para jurnalis menciptakan buah pikiran dengan berdasarkan perbandingan dan data, berikutnya dipaparkan dengan logis atas materi bahasan pada setiap pertemuan.
Para jurnalis juga dituntut dan berupaya kreatif memilih padanan kosakata yang mudah dipahami baik diri seendiri maupun jurnalis lain. Baik untuk materi setiap pertemuan, pembahasan kelompok saat midle-test, maupun pembahasan terkait final-test masing-masing pribadi jurnalis.




Daya nalar para jurnalis juga terus berkembang dan kemampuan berpikir turut distimulus guna menangkap setiap informasi dan gagasan yang ada.
Bukan hanya kreatif sebenarnya, tapi setiap jurnalis mesti dan harus proaktif. Musababnya meski pembahasan per kelompok, tapi penilaiannya tetap untuk masing-masing jurnalis.
Meskipun presentasinya untuk kelompok, tapi penilaiannya untuk masing-masing orang. Jadi nilainya perorangan,” ujar Febrina dalam setiap kali pertemuan.
Lantas bagaimana dengan jurnalis dalam kelas percakapan #Batch4 berimajinasi? Kalau yang ini lebih khusus terkait dengan midle-test. Febrina menyampaikan bahwa setiap kelompok diwajibkan untuk membuat satu acara (konsep acara) yang benar-benar baru dan menarik di Indonesia. Tentu saja setiap ide acara berbeda antarkelompok. Seluruh rincian untuk masing-masing acara yang dibuat masing-masing kelompok nantinya akan dipresentasikan dalam pertemuan berikutnya.
Semua hal terkait dengan acara tersebut harus dibuat bahan presentasinya secara detil, rinci, dan sistematis. Presentasi terkait acara tersebut sedikitnya harus menjawab 5 pertanyaan utama. Satu, apa poin-poin yang sangat kuat (penting) dari ide utama acara tersebut. Dua, apa saja pengalaman yang akan didapatkan sebagai daya tarik bagi para pengunjung.
Tiga, bagaimana acara (ide) tersebut dapat menghasilkan uang (pengasilan) untuk komunitas lokal. Empat, bagaimana cara agar setiap kelompok mampu menarik para turis baik dalam negeri maupun mancanegara. Lima, apa saja rencana-rencana untuk marketing dan promosi acara tersebut.
Nah, setiap kelompok kemudian berembuk untuk menyiapkan acara masing-masing. Tentu saja tidak ketinggalan kelompok saya dengan tiga orang teman jurnalis lain (lupa kelompok berapa). Kelompok kami bersepakat dan memutuskan untuk membuat acara ‘Borobudur Blues Night’. Saya pun ditugaskan membuat poster atau pamflet ‘Borobudur Blues Night’.
Selama satu pekan, saya dan tiga teman dalam satu kelompok berembuk. Sampai-sampai kami membuat grup WhatsApp sendiri. Di sela waktu itu juga, saya membuat poster dengan segala rinciannya. Mulai konsep dan nama acara, kapan pelaksanaannya, pelibatan sejumlah pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, menggandeng para pemilik UKM dan pengusaha lokal, nama-nama musisi nasional dan internasional, hingga proses promosi dan marketing.
Tiba waktu presentasi midle-test saat pertemuan Selasa 6, Februari 2018, menurut saya, masing-masing kelompok tentu saja kaget luar biasa. Karena apa yang dibuat dan dipresentasikan di luar dugaan dan tidak diperkirakan sebelumnya. Selain ‘Borobudur Blues Night’ yang digagas kelompok saya, ada kelompok lain yang membuat dan mempresentasikan acara ‘Laser Batavia Music Festival’ dan ada juga ‘Giant Scientific Park’.
Gagasan dan konsep yang disiapkan dan dipaparkan sangat luar biasa dan mencengangkan. Karenanya dari presentasi midle-test, saya secara pribadi menyimpulkan bahwa masing-masing kelompok sangat kreatif, inovatif, dan imajinatif.
Bahkan seingat saya, ketika itu Febrina menyampaikan pernyataan bernada candaan, sangat bagus sekali juga kalau acara (konsep acara) yang dibuat dan dipresentasikan setiap kelompok tersebut benar-benar ada dan diwujudkan menjadi acara yang nyata.
Di sisi lain ada yang cukup unik dari ‘kebiasaan’ berbahasa Inggris di dalam kelas. Kebiasaan ini rupanya terbawa hingga ke luar kelas atau di luar lokasi kantor Euro Management Indonesia. Bicara tentang ‘kebiasaan’ itu, ada kejadian lucu saat beberapa jurnalis bersama Febrina, sang pengajar, nongkrong sambil makan bersama di sebuah tempat di Jalan Ciking Raya.
Waktu itu dua teman kelas jurnalis, Ali Sobri dan Stefani Ginting sedang memesan makanan di depan kasir ke pelayan. Ali Sobri dengan santainya berbicara menggunakan bahasa Inggris ke Stefani. Rupanya si pelayan restoran menatap dengan raut wajah heran ke arah Ali Sobri. Saat kembali ke kursi dan meja makan yang kami tempati, Ali Sobri menceritakan kejadian tersebut. Apa yang terjadi? Kami semua tertawa terbahak-bahak.


Peradaban Berbahasa Asing
Para jurnalis yang sudah mengikuti program beasiswa bahasa asing termasuk bahasa Inggris kelas percakapan #Batch4 jelas mendapatkan manfaatnya. Kemampuan, keberanian, dan kepercayaan diri para jurnalis dalam berbahasa Inggris jauh lebih meningkat. Satu di antaranya tentu saja saya. Karena salah satu dasar keinginan saya mengajukan diri sebagai pemohon beasiswa bahasa Inggris kelas percakapan #Batch4 adalah ingin meningkatkan kemampuan, keberanian, dan kepercayaan diri saat berbahasa Inggris. Ditambah lagi saya masih memiliki cita-cita dan keinginan melanjutkan pendidikan Strata-2 (S2) atau Magister di luar negeri.
Langkah Euro Management Indonesia dan Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia (YPEI) memberikan beasiswa bahasa asing termasuk bahasa Inggris bagi para jurnalis (program kelas dasar, conversation, dan persiapan uji TOEFL/IELTS) patut diacungi jempol. Karena tidak banyak lembaga memberikan beasiswa atau masa pendidikan berbahasa asing termasuk bahasa Inggris. Boleh dibilang, Euro Management Indonesia dan YPEI adalah pelopor program beasiswa atau kursus bahasa asing untuk jurnalis di Indonesia. Beasiswa untuk jurnalis masuk dalam program besar, Program Beasiswa Gerakan Indonesia 2030.
Dari lansiran laman Gerakan Indonesia 2030 dan Euro Management Indonesia bisa diketahui, bahwa penggagas Program Beasiswa Gerakan Indonesia 2030 adalah Bimo Joga Sasongko. Bimo tidak lain merupakan pendiri sekaligus Direktur Utama dan Chief Executive Officer (CEO) Euro Management Indonesia.
Dalam beberapa kesempatan, Bimo selalu menyampaikan, program beasiswa jurnalis memiliki sedikitnya dua tujuan. Pertama, menjadikan para jurnalis dapat membuka cara pandang tentang pentingnya menguasai bahasa asing. Kedua, memotivasi para jurnalis agar berkeinginan melanjutkan kuliah ke luar negeri.
Dari dua tujuan tersebut, menurut saya, pada akhirnya bermuara pada satu tujuan utama yakni membuat para peserta beasiswa dengan sendirinya menciptakan peradaban berbahasa asing. Hal tersebut bisa tergambarkan dengan melihat seluruh perjalanan beasiswa bahasa asing, termasuk tentu saja program bahasa Inggris kelas percakapan #Batch4 untuk para jurnalis.

Di sisi lain, Euro Management Indonesia dan YPEI tentu sebaiknya melakukan perbaikan dan peningkatan program beasiswa khususnya bagi para jurnalis. Misalnya, dalam satu atau dua pertemuan perlu kiranya ada native speaker atau penutur/pengguna bahasa asli bahasa tersebut khususnya bahasa Inggris yang masuk menjadi pengajar tamu dalam kelas percakapan. Karena dengan adanya native speaker, maka para jurnalis peserta beasiswa kian termotivasi dan mendapat pengalaman berbicara dengan penutur aslinya.
Untuk proses pengajaran lebih khusus untuk beasiswa kelas percakapan jurnalis, mungkin diperlukan juga terobosan berupa pengajaran kelas dengan kunjungan ke lembaga/instansi tertentu. Terutama lembaga/instansi yang memiliki bahasa asli dan/atau berbahasa Inggris. Karena hal ini akan mendorong kemampuan para jurnalis mempraktikkan bahasa Inggris secara real-time dan saat itu juga.
Dari sisi materi setiap pertemuan, materi yang ingin diperbincangkan tentu tidak terlalu berat-berat amat. Selain itu juga bisa disesuaikan dengan unsur wilayah pos liputan atau bidang keilmuan dari masing-masing jurnalis. Karena dari sisi ‘kedekatan’ dengan para jurnalis, maka itu juga akan memudahkan.
Untuk batas kehadiran para jurnalis peserta dalam satu kali pertemuan rasanya batasan minimum 15 jurnalis perlu ditinjau ulang. Paling tidak batasan tersebut diturunkan hingga taraf 10 orang. Karena dengan batasan minimum 15 jurnalis cukup menghambat kelas percakapan #Batch4 jurnalis. Beberapa kali pertemuan dibatalkan kemudian ditunda karena batas minimum itu tidak tercapai.
Kalau batasan minimum 15 jurnalis masih tetap dipertahankan, maka komitmen antara Euro Management Indonesia dan YPEI atau pengajar dengan masing-masing jurnalis penerima beasiswa perlu diperketat. Artinya proses dan sistem calon penerima beasiswa perlu ditinjau lagi.
Sebagai contoh, dalam klausal penerimaan peserta beasiswa tercantum bahwa kalau peserta tidak hadir dalam 3 atau 4 pertemuan, maka peserta tersebut dihapuskan dan dicabut status penerima beasiswa bahasa asing secara otomatis.
Guna penyebarluasan informasi dan menjaga hubungan baik dengan media massa, Euro Management dan YPEI serta jajarannya sangat perlu melakukan kunjungan (roadshow) ke redaksi berbagai media massa. Khususnya redaksi media massa asal jurnalis peserta program beasiswa, baik yang sedang mengikuti kelas maupun yang pernah mengikuti kelas. Waktu kunjungan bisa saat pendaftaran periode beasiswa dibuka atau saat pelaksanaan kelas beasiswa atau selepas pelaksanaan kelas beasiswa usai.
Pada bagian akhir tulisan ini, saya tetap berharap Program Beasiswa Gerakan Indonesia 2030 untuk para jurnalis tetap dipertahankan dan dilanjutkan. Tidak hanya untuk kelas percakapan (conversation) saja, tapi juga kelas bahasa Inggris dasar maupun persiapan uji TOEFL/IELTS.
Karena dengan keberlangsungan dan keberlanjutan beasiswa bahasa asing bagi para jurnalis, maka Euro Management Indonesia dan YPEI turut menjaga dan merawat harapan, keinginan, dan cita-cita para jurnalis lain yang akan jadi calon peserta beasiswa.[]


*Alumni Pondok Pesantren Modern Al-Syaikh Abdul Wahid tahun 2005 (STAR Graduation) saat ini berprofesi sebagai Jurnalis Koran Sindo. 

Sambutan Ketua IKPS Periode 2018-2021




Sahabat-sahabat IKPS yang mulia
Pada kesempatan kali ini, saya selaku ketua ingin  menyampaikan bahwa kesediaan kita menerima amanat ini adalah sebagai jalan kita sebagai alumni pondok pesantren untuk menghadirkan perkhidmatan yg lebih utuh dan paripurna demi  bangsa Indonesia pada umumnya dan kota Baubau pada khususnya. Agar alumni IKPS tak lagi dipandang sebelah mata, maka  perlu adanya kontribusi dan peran aktif kita di setiap lini kehidupan.  Saya sangat bersyukur karena semangat para alumni sangat luar biasa.  Rasa haru dan bangga menyelimuti hati ini saat melihat para alumni yang selalu bergerak aktif meski dengan segala keterbatasan yang ada.

Semangat ini semakin menggelora  saat melihat alumni dengan senyum terkembang menyambut dan siap mendukung perjalanan dakwah IKPS ke depan. Kita menerima amanah ini dengan kesadaran penuh. Memang resikonya sangat besar untuk kita semua secara pribadi. Kita kalau mau hidup tenang lebih baik menepi. Namun, tali harus tetap terbentang agar menjadi penghubunga kita dengan cita-cita yang dituju.  Harus ada yang siap menjadi “etalase” dengan segala resikonya.  



Saya hanya bisa membaca al-fatihah sebagai doa untuk para sahabat alumni yang rela meninggalkan tugas-tugasnya untuk berjuang bersama dan mempersembahkan dedikasinya untuk umat. Kami hanya minta doa kepada para alumni yang dari jauh. Semoga kami terus bekerja dalam ikhtiar ini. Karena ikhtiar ini sangat tidak ringan. Kami tidak mau menggunakan kata sangat berat, namun Allah Maha Adil, niat baik, proses maksimal, doa tak henti,pasti akan berbuah kebaikan. Ini merupakan perjuangan jangka panjang, perjuangan menjadikan IKPS dan mainstreamnya dalam gerak organisasi. Kami yakin para alumni ikps dengan sikap kebersamaanya mampu menjadi perekat dan jembatan untuk IKPS yang lebih baik. Saya secara pribadi, mengajak diri saya sendiri, para alumni semua dan saudara- saudara tercinta, mari kita terus bergerak, berikhriar untuk bangsa yg maju dalam keberkahan.